Konsep Pelayanan Kebidanan
Komunitas
dan Keluarga Sebagai Pusat
Pelayanan
PENDAHULUAN
Pendekatan baru mengenai kualitas pelayanan menuntut pergeseran titik tekan
pelayanan kesehatan terutama kebidanan dari yang berorientasi target pencapaian
menjadi berorientasi pada penjagaan mutu pelayanan. Pelayanan kebidanan
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk
mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan
layanan yang diberikan bidan sesuai kewenangan yang diberikannya dengan maksud
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anakdalam rangka tercapainya keluarga
berkualitas, bahagia dan sejahtera.
Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan dalam melayani keluarga
dan masyarakat di wilayah tertentu dan merupakan upaya yang dilakukan oleh
bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita di dalam
keluarga dan masyarakat.
URAIAN MATERI
A.
Konsep dasar kebidanan
komunitas
1.
Definisi Kebidanan Komunitas
Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian
tertentu. Kebidanan berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara ICM; IFGO dan WHO tahun 1993,
mengatakan bahwa bidan (midwife)
adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh
Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta
terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 : 11). Definisi Bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat pendidikan kebidanan formal dan
lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan mendapat izin serta
kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun IBI).
Kebidanan (Midwifery) mencakup
pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan
bayi. (Syahlan, 1996 : 12). Sedangkan Komunitas
berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga
“communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan
sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani,
Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah
tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas adalah upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah
kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan
komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada
masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai
derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan
Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat
konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan,
kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan
dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani,
Niken dkk, 2009 : 8).
2.
Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia
Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana
bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang
bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan
komunitas (community midwife) (Syahlan, 1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan
komunitas” tidak lazim digunakan sebagai
panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia
seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai
bidan komunitas.
Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan
tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini
diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B
(PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun,
siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama
pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama
pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK
maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum
pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang
dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat
terutama di desa. Disamping itu Departemen Kesehatan melatih para bidan yang
telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta
penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak
balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk
mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di
desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai
bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)
3.
Fokus/
Sasaran Kebidanan Komunitas
Komuniti adalah sasaran pelayanan
kebidanan komunitas. Di dalam komuniti terdapat kumpulan individu yang
membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Dan sasaran utama pelayanan
kebidanan komunitas adalah ibu dan anak.
Menurut
UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga adalah
suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )
Ibu : Pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas
dan masa interval.
Anak : Meningkatkan kesehatan
anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolah dan sekolah.
Keluarga : Pelayanan
ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak, pemeliharaan ibu sesudah
persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila (gangrep).
Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan
kelompok ibu.
Sasaran
pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik
yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani,
Niken dkk, 2009 : 9).
|
4.
Tujuan Pelayanan Kebidanan Komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian
dari upaya kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan
dari upaya kesehatan di masyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan
kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia
dan sejahtera. Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah
meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud
keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu. ( Syahlan, 1996 : 15 )
5.
Bekerja di Komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di
luar rumah sakit dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan
yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang melahirkan di rumah sakit dan
setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan merupakan
kegiatan kebidanan komunitas. Pelayanan
kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu
dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas. Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami
perannya di komunitas, yaitu :
a.
Sebagai Pendidik
Dalam
hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai pendidik, bidan
berupaya merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai dengan kaidah
kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan di komunitas dalam berperan
sebagai pendidik masyarakat antara lain dengan memberikan penyuluhan di bidang
kesehatan khususnya kesehatan ibu, anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti ceramah, bimbingan, diskusi, demonstrasi
dan sebagainya yang mana cara tersebut merupakan penyuluhan secara langsung.
Sedangkan penyuluhan yang tidak langsung misalnya dengan poster, leaf let,
spanduk dan sebagainya.
b.
Sebagai Pelaksana (Provider)
Sesuai
dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada
komunitas. Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan.
Sebagai pelaksana, bidan harus menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan
serta melakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Bimbingan
terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.
2) Pemeliharaan
kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa interval dalam
keluarga.
3) Pertolongan
persalinan di rumah.
4) Tindakan
pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di keluarga.
5) Pengobatan
keluarga sesuai kewenangan.
6) Pemeliharaan
kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.
7) Pemeliharaan
kesehatan anak balita.
c.
Sebagai Pengelola
Sesuai
dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek mandiri. Bidan
dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya. Peran bidan di sini adalah
sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas, polindes, posyandu dan
praktek bidan. Sebagai pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain
atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah.
Contoh
: praktek mandiri/ BPS
d.
Sebagai Peneliti
Bidan
perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya, perkembangan
keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan
atau hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran ini dilakukan oleh
bidan, maka ia dapat mengetahui secara cepat tentang permasalahan komuniti yang
dilayaninya dan dapat pula dengan segera melaksanakan tindakan.
e.
Sebagai Pemberdaya
Bidan
perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan
permasalahan yang terjadi. Bidan perlu
menggerakkan individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam
upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.
f.
Sebagai Pembela klien (advokat)
Peran
bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi dan sokongan
kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik dan memungkinkan
bagi dirinya.
g.
Sebagai Kolaborator
Kolaborasi
dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.
h.
Sebagai Perencana
Melakukan
bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta
berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu
kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan Hamidah,
2009 : 8)
Dalam
memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu bekerja dalam
tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu anggotanya adalah
bidan.
6.
Jaringan Kerja
Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas yaitu Puskesmas/
Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu, BPS,
Rumah pasien, Dasa Wisma, PKK. Di puskesmas
bidan sebagai anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali kegiatan yang akan
dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing – masing, selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan
anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung jawab atas
keseluruhan kegiatan tim dan hasilnya. Di Polindes,
Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan pimpinan tim/ leader di mana
bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan
kebidanan di komunitas. (Meilani, dkk, 2009 : 11)
Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama
lintas program dan lintas sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk
kerjasama yang dilaksanakan di dalam satu instansi terkait, misalnya :
imunisasi, pemberian tablet FE, Vitamin A, PMT dan sebagainya. Sedangkan
kerjasama lintas sektor merupakan kerjasama yang melibatkan institusi/
departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya.
B.
Masalah kebidanan di
komunitas
Penting
bagi bidan untuk dapat memberikan
pelayanan yang komprehensif dan menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat mengetahui kebutuhan pelayanan kebidanan. Sebagai seorang bidan di komunitas, maka bidan diharapkan juga dapat
berupaya untuk mengatasi masalah-masalah kebidanan yang ada di komunitas,
antara lain:
1 1. Kematian ibu dan bayi,
Kematian Ibu
a.
Batasan Kematian Ibu
Adalah
kematian seorang wanita dalam masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan akibat
setiap hal yang berhubungan dengan atau dipicu oleh kehamilan atau
penatalaksanaannya, tetapi bukan oleh sebab kecelakaan (Manuaba, 1998)
b.
Penyebab Kematian Ibu
Dalam
Modul Safe Motherhood (tahun?), dijelaskan beberapa penyebab kematian ibu
sebagai berikut :
1). Determinan Proksi/ Dekat
(penyebab langsung)
a) Kejadian
kehamilan
Wanita
hamil mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan wanita yang tidak
hamil tidak mempunyai resiko tersebut.
b) Komplikasi
kehamilan dan persalinan, misalnya trias klasik, partus macet dan ruptura
uterus.
2). Determinan Antara (penyebab tidak langsung)
Yaitu status
kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku
hidup sehat, faktor lain yang tidak diketahui.
3). Determinan Kontekstual
(penyebab tidak langsung)
Berhubungan dengan sosial, ekonomi dan budaya seperti status wanita dalam keluarga dan
masyarakat, status keluarga dalam masyarakat ataupun Status masyarakat
4). Penyebab Lain
Penyebab lain dari kematian ibu yang saat ini masih banyak terjadi
di Indonesia adalah “3T” atau 3 Terlambat yaitu Terlambat mendeteksi dini
komplikasi yang terjadi pada masa hamil, bersalin dan nifas serta pengambilan
keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, Terlambat merujuk ke fasilitas
kesehatan dikarenakan geografis dan transportasi rujukan, Terlambat mendapatkan
pelayanan yang memadai di tempat rujukan bisa dikarenakan fasilitas maupun SDM
yang kurang.
c.
Strategi untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
1) Mencegah
atau memperkecil kemungkinan wanita untuk menjadi hamil
2) Mencegah
atau memperkecil kemungkinan wanita hamil mengalami komplikasi yang
membahayakan jiwanya atau janinnya, selama hamil, melahirkan atau nifas.
3) Mencegah
atau memperkecil kematian wanita yang mengalami komplikasi selama hamil atau
melahirkan.
d.
Upaya lain untuk menurunkan AKI di Indonesia
:
1)
Pemantauan kehamilan secara teratur dapat
menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah dapat mencegah
kematian ibu karena pre eklamsi atau eklampsia
2)
Pemakaian alat kontrasepsi, memainkan
peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan sehingga angka
kematian ibu akibat upaya unsafe abortion dapat dikurangi..
3)
Deteksi dini terhadap komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas,
sehingga kelainan dapat diketahui sedini mungkin dan dapat segera diberikan
pengobatan/ perawatan yang tepat.
4)
Pertolongan persalinan oleh petugas
kesehatan terlatih.
Dalam Modul Making Pregnancy Safer (MPS) dijelaskan 3 pesan kunci
sebagai salah satu upaya penurunan AKI di Indonesia :
1)
Semua pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan.
2)
Semua komplikasi obstetri & neonatal
mendapat pelayanan yang adequat
3)
Setiap Wanita Usia Subur (WUS) memperoleh
akses terhadap pencegahan & penatalaksanaan KTD & unsafe AB.
e.
Indikator Upaya Penurunan AKI
1) Indikator
Dampak
a) Angka
Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio)
(1)
Kematian ibu dalam periode 1 tahun per
100.000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
(2)
Angka ini menggambarkan menggambarkan resiko
kematian pada wanita hamil dan tidak mengukur resiko kematian pada wanita usia
subur.
b) Rate
Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate)
(1)
Jumlah kematian ibu dalam 1 tahun per 100.000
wanita usia subur (15–20 tahun).
(2)
Indikator ini dipengaruhi oleh upaya
pengamanan persalinan dan upaya KB.
c) Resiko
Kematian Ibu Seumur Hidup (Lefetime Risk)
(1)
Yaitu resiko kematian ibu yang terjadi
sepanjang usia subur.
(2)
Setiap kali wanita hamil akan menghadapi
resiko kematian.
(3)
Indikator ini dipengaruhi oleh rata-rata
resiko kematian pada kehamilan dan tingkat fertilitas tetapi tidak dibandingkan
terhadap populasi WUS melainkan terhadap rata-rata resiko wanita untuk
mengalami kematian.
d) Proporsi
Kematian Ibu pada Wanita Usia Reproduksi (Proportional
Mortality Ratio)
(1)
Merupakan prosentase kematian ibu dari
kematian total pada WUS.
(2)
Angka berkisar antara 1 – 60 %
(3)
Di negara berkembang menyumbang 25 – 30 % dari seluruh kematian pada masa
reproduksi.
(4)
Bermanfaat untuk melihat kematian ibu relatif
terhadap kematian akibat penyebab lainnya.
2) Indikator
Proses
Adalah
prosentase bidan terlatih dalam penanganan kegawatan obstetri, pelatihan APN,
Bidan DIII.
3) Indikator
Output
Adalah cakupan ANC, cakupan pertolongan persalinan oleh Nakes
meningkat.
4) Indikator
Outcome
Adalah
proporsi komplikasi obstetri yang mendapatkan penanganan adequat, CFR dari
komplikasi obstetri .
Kematian Bayi
a.
Penyebab Kematian Bayi
Beberapa
penyebab kematian bayi di Indonesia yang terutama adalah asfiksia, infeksi dan
hipotermi. Disamping ada sebagian yang disebabkan karena BBLR, trauma persalinan,
pemberian makan yang terlalu dini, ketidaktahuan keluarga tentang perawatan
bayi, ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan (kaitan dengan
tradisi) serta kurang efektifnya sistem rujukan yang berlaku.
b.
Pencegahan Kematian Bayi
1)
Peningkatan kegiatan Imunisasi pada bayi yaitu UCI
tercapai di setiap desa
2)
Peningkatan ASI Eksklsif, status gizi serta deteksi dini
& stimulasi tumbang
3)
Pencegahan & pengobatan penyakit
infeksi (ISPA, diare, malaria) di daerah endemik
4)
Pemeriksaan kesehatan saat hamil & pertolongan nakes
yang terampil saat persalinan
5)
Diterapkannya metode kanguru untuk
mencegah hipotermi pada bayi baru lahir.
6)
Keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman,
dan perawatan pasca persalinan yang baik.
7)
Penerapan program MTBS dan MTBM di pelayanan
kesehatan.
Pertisipasi Bidan dalan upaya penurunan
AKB adalah dengan pelaksanaan program “ASUH” yaitu Awal Sehat Untuk Hidup
sehat, yang memfokuskan kegiatan pada keselamatan dan kesehatan bayi baru lahir
( 1-7 hari) yang lebih mengintensifkan
kegiatan “ Kunjungan Rumah 7 Hari Pertama Pasca Persalinan” berisi pelayanan
dan konseling perawatan bayi dan ibu nifas yang bermutu.
Partisipasi
masyarakat dalam upaya penurunan AKB :
1)
Menyebarluaskan pengetahuan tentang
pentingnya 7 hari pertama pasca persalinan bagi kehidupan bayi selanjutnya.
2)
Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya
kunjungan rumah 7 hari pertama pasca persalinan oleh Bidan di Desa
3)
Mencatat dan melaporkan adanya ibu hamil,
ibu melahirkan, dan bayi meninggal pada Bidan di Desa, agar diperoleh masukan
untuk merencanakan tindakan/ kunjungan dan memecahkan sekaligus mengantisipasi
masalah kematian bayi
4)
Mendukung dan mempertahankan keberadaan
Bidan di Desa.
2 2.
Unsafe abortion
a.
Definisi
Adalah prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang trampil (tng
medis/ non medis), alat tdk memadai, lingk tdk memenuhi syarat kesh (WHO,
1998).
Unsafe Abortion adalah upaya untuk terminasi
kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup
keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan
jiwa pasien.
b.
Faktor Penyebab Unsafe Abortion
1)
Alasan
kesehatan, dimana ibu/ wanita tidak
cukup sehat untuk hamil dan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan nyawa
ibu.
2)
Alasan
psikososial, dimana ibu tidak siap punya anak lagi.
3)
Kehamilan di
luar nikah.
4)
Masalah ekonomi,
menambah anak akan menambah beban ekonomi.
5)
Masalah sosial,
misalnya khawatir adanya penyakit turunan.
6)
Kehamilan yang
terjadi akibat perkosaan.
7)
Kegagalan
pemakaian alat kontrasepsi
c.
Alat yang digunakan :
Bahan – bahan tradisional seperti batang kayu, akar pohon,
tangkai daun bergetah, batang plastik,wortel yang dikeringkan kemudian
dimasukkan ke cavum uteri sbg dilatator sehingga servik membuka dan keluarlah
janin yang ada dalam kandungan.
Upaya lain : pemijatan corpus uteri, minum jamu atau pil peluntur dsb.
d.
Dampak Unsafe Abortion
Aborsi
memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang
wanita bahwa jika seseorang melakukan aborsi,ia tidak merasakan apa – apa
danlangsung boleh pulang, nidalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap
wanita terutama mereka ayng sedang kebingungan karena tidak menginginkan
kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yangmelakukan aborsi
:
1) Resiko
kesehatan dan keselamatan secara fisik /dampak kebidanan.
Pada saaatmelakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada
beberapa resikoyang akan dihadapi seorang wanita seperti : yang dijelaskan
dalam buku “fact of life” yang
ditulis oleh Brian klowes :
a) Kematian
mendadak karena pembiusan hebat.
b) Kematian
mendadak karena pembiusan yang gagal.
c) Kematian
secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d) Rahim yang
sobek (uterine perforation)
e) Kerusakan
leher rahim (cervical lacerations) yan gakan menyebabkan cacat pada
anakberikutnya.
f)
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan
hormone esterogen pada wanita).
g) Kanker
indung telur (ovarian cancer).
h) Kanker leher
rahim ( cervical cancer).
i)
Kanker hati (liver cancer)
j)
Kelainan pada placenta / ari-ari (placenta
previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnyada perdarahan hebat
pada saat kehamilan berikutnya.
k) Menjadi
mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy)
l)
Infeksi rongga pangul (pelvic inflammatory
disease).
m) Infeksi pda
lapisan rahim (endometris)
2) Resiko
kesehatan mental
Proses
aborsi bukan saj suatu proses yang memiliki resikotingi dari segi kesehatan dan
keselamatan seorang wanita secara fisik,tetapijuga memiliki dampak yang
sangat hebat terhadap keadaan mental seorang eanita
Gejala
ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post Abortion Syndrome” (sindrom
passca Aborsi/PAS). Gejala-gejala ini dicatat dalam psychological Reaction
Reporter after abortion di dalam penerbitan the post abortion review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal
sebagai berikut :
a) Kehilangan
harga diri
b) Berteriak
histeris.
c) Mimpi buruk
berkali-kali mengenai bayi.
d) Ingin
melakukan bunuh diri.
e) Mulai
mencoba menggunakan obat – obatterlarang.
f) Tidak bisa
menikmati lagi hubungan seksual.
e. Peran Bidan
Peran Bidan
sehubungan dengan pencegahan unsafe abortion adalah :
1) Memberikan
konseling pada wanita yang akan melakukan aborsi
2) Konseling
kontrasepsi merupakan salah satu syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian
aborsi, terutama aborsi berulang, selain faktor lainnya.
3) Pemberian
pendidikan seks pada remaja
4) Pendekatan
dengan tokoh agama sehubungan dengan pendidikan keagamaan.
3 3.
Kehamilan Remaja
a.
Pengertian
Kehamilan
Remaja adalah kehamilan yang terjadi pada remaja yang merupakan akibat perilaku
seksual baik disengaja (sudah menikah) maupun tidak disengaja (belum menikah).
b.
Penyebab
Kehamilan Remaja
1)
Penundaan dan peningkatan usia kawin,
menarch dini.
2)
Kurangnya pengetahuan tentang perilaku
sex.
3)
Tidak menggunakan kontrasepsi bagi wanita
yang sudah menikah.
4)
Kegagalan kontrasepsi.
5)
Hamil karena perkosaan.
6)
Persoalan ekonomi, alasan sekolah/ karir
c.
Dampak
Kehamilan Remaja
Menurut
Manuaba (1998) penyulit kehamilan remaja disebabkan belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil. Keadaan tersebut
makin menyulitkan bila ditambah dengan
tekanan (stress), psikologi, sosial ekonomi sehingga memudahkan terjadi :
1) Keguguran
2) Prematur
3) Mudah
terjadi infeksi
4) Anemia
kehamilan
5) Keracunan
kehamilan
6) Kematian ibu
tinggi
d.
Peran Bidan
Dalam Pencegahan dan Penanganan Kehamilan Remaja
1)
Tidak melakukan hubungan seksual sebelum
menikah.
2)
Melakukan kegiatan positif
3)
Menghindari kegiatan negative khususnya
perilaku seksual yang menyimpang.
4)
Melakukan penyuluhan tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja, KB, kegiatan rohani dengan melakukan pendekatan dengan tokoh
agama.
5)
Bagi pasangan menikah dianjurkan pakai
alat kontrasepsi yang tingkat kegagalan rendah seperti MOW, AKBK, AKDR, &
suntik.
6)
Sikap bersahabat kepada klien, jangan
merendahkan/ mencibir.
7)
Konseling remaja dan keluarga sehubungan
dengan kehamilan dan persalinan.
8)
Melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai
standart.
9)
Bila ingin menggugurkan diberikan
konseling resiko aborsi.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang masalah kehamilan
remaja, berikut akan diuraikan secara rinci faktor-faktor yang perlu mendapatkan
perhatian (manuaba, 1998 : 26):
a. Masalah
kesehatan reproduksi
Kesehatan
reproduksi mempunyai masalah penting untuk mendapat perhatian terutama kalangan
remaja (manuaba, 1998 : 26). Menurut
BKKBN usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 – 30 tahun, lebih kurang
dari usia tersebut adalah beresiko.
Kesiapan seorang perempuan untuk hamil melahirkan di tentukan oleh
kesiapan fisik, mental/psikologi dan kehidupan ekonomi.
b. Masalah
psikologis pada kehamilan remaja
Kehamilan
diusia remaja menghadapi berbagai masalah psikologis yaitu rasa takut, kecewa
menyesal dan rendah diri terhadap kehamilannya
c. Masalah
sosial ekonomi keluarga
Perkawinan
yang dianggap cepat menyelesaikan masalah kehamlan remaja tidak lepas dari
kemelut seperti :
·
Penghasilan terbatas
·
Putus sekolah
·
Putus kerja
·
Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga
menimbulkan stress.
·
Nilai gizi relatif rendah (manuaba, 2002 :
27)
4 4.
Berat badan lahir rendah (BBLR)
a.
Pengertian
Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). (Sarwono Prawirohardjo,
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2004)
Bayi
berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir). (Pelatihan PONED Komponen Neonatal, 2004). WHO (1961) mengganti istilah
premature dengan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak
semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan bayi
premature.
b.
Epidemiologi
Prevalensi
bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang
atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia
sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara
9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang
2.1%-17,2%.
c.
Faktor
predisposisi
Beberapa faktor predisposisi:
1) Faktor
ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang atau
malnutrisi, trauma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tidak diinginkan, peminum
alkohol, bekerja berat masa hamil, obat-obatan.
2) Faktor
plasenta seperti insufisiensi atau disfungsi placenta, peyakit vaskuler,
kehamilan ganda, plasenta previa dan solusio plasenta.
3) Faktor
janin adalah kelainan bawaan, infeksi, factor genetic atau kromosam
4) Radiasi
5) Bahan
toksik
6) Bayi
berat lahir rendah mungkin premature (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan
(dismatur).
d.
Tanda
prematuritas:
1) Tulangrawan
telinga belum terbentuk
2) Masih
terdapat lanugo
3) refleks-refleks
masih lemah
4) Alat
kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus. Pada
laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis
belum terbentuk)
e. Komplikasi
BBLR
1)
Hipotermi
2)
Hipoglikemia
3)
Ikterus/ hiperbilirubinemia
4)
Masalah pemberian minum
5)
Infeksi atau curiga sepsis
6)
Sindroma aspirasi mekoneum
7)
Perdarahan intra cranial
5 5. Tingkat kesuburan,
a.
Pengertian
fertilitas
Adalah kemampuan istri menjadi
hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.
b.
Pengertian
Infertilitas
1)
Infertilitas Primer
Infertilitas primer adalah PUS yang telah
melakukan hubungan suami istri teratur
2 – 3 kali seminggu tanpa memakai alat kontrasepsi selama 1 tahun dan
belum terjadi kehamilan.
2)
Infertil sekunder
Infertilitas sekunder adalah PUS yang telah mempunyai anak dan sudah tidak menggunakan alat
kontrasepsi serta melakukan hubungan suami istri teratur 2 – 3 kali tetapi
tidak menjadi hamil.
c.
Penyebab
1)
Pada suami : kelainan alat kelamin dan faktor fungsional.
2)
Pada istri : kelainan anatomis alat kelamin dan kelainan fungsi.
3)
Kurang pengetahuan
4)
Reaksi imunologi.
d.
Peran bidan
di komunitas terhadap tingkat kesuburan
1)
Fertilitas
Untuk menekan meningkatnya angka kelahiran, maka seorang bidan perlu
memberikan pelayanan kontrasepsi
2)
Infertilitas
1)
Melakukan rujukan agar pasangan infertil
mendapat penanganan yg tepat.
2)
Pemberian konseling/nasehat mengenai
variasi hub seksual, cara menghitung masa subur, serta makanan yang dapat
meningkatkan kesuburan suami/istri.
3)
Pasangan disarankan untuk menjaga
ketenangan psikologis
6 6.
Pertolongan persalinan non-kesehatan,
a.
Pengertian
Pertolongan
persalinan oleh tenaga non medis adalah proses persalinan yang di bantu oleh
tenaga non kesehatan atau biasa di kenal dengan istilah dukun bayi.
b.
Etiologi
1)
Kebiasaan /
perilaku:
·
Keluarga Ă Kebiasaan keluarga yg memutuskan / memaksa
calon orang tua mengenai siapa yg akan menolong persalinan
·
Masyarakat Ă Kebiasaan masyarakat yg lebih mempercayai
penolong persalinan pada tenaga non medis (dukun)
2)
Sarana
kesehatan
3)
Ekonomi
4)
Pengetahuan
5)
Status
sosial dalam masyarakat
6)
Jarak tempat
tinggal dari sarana pelayanan kesehatan
c.
Penatalaksanaan
Diadakan program penempatan Bidan di desa
(BDD) yg bertujuan untuk menurunkan tingkat kematian ibu hamil, bayi dan
balita. Kecuali hal – hal yg berhubungan dengan adat dan kebiasaan masyarakat
setempat, dengan menjalin hubungan kemitraan antara keduanya
7 7.
Penyakit menular seksual
a.
Pengertian
PMS adalah singkatan
dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau penyakit yang
kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina). PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS menyerang sekitar alat
kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran
pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
b.
Jenis-jenis PMS
Ada banyak jenis PMS, sedangkan yang paling
umum dan paling penting untuk diperhatikan adalah:
1) Gonore
2) Klamidia
3) Herpes
Kelamin
4) Sifilis
5) Hepatitis B
6) HIV/AIDS
c.
Etiologi
1)
Nisseria
gonorrheae
2)
Chlamidya
3)
Parasit
trikomonas vaginalis
4)
Jamur
candida albicans
5)
Human
papilloma virus
6)
Herpes
simplex
7)
Treponema
pallidum
d.
Tabel Gejala
Umum PMS
Gejala
|
Perempuan
|
Laki-laki
|
Luka
|
Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekilar alat kelamin, anus, mulut
atau begian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti luka yang sangat
sakit di sekitar alat kelamin
|
|
Cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan, kehijauan, berbau atau
berlendir. Duhtubuh bisa juga keluar dari anus.
|
Cairan bening atau berwarna berasal dari pembukaan kepala penis atau
anus.
|
|
Sakit pada
saat bunag air kecil
|
PMS pada wanita biasanya tidak menyebabkan sakit atau burning urination
|
Rasa terbakar atau sakit selama atau setelah urination terkadang diikuti
dengan duhtubuh dari penis
|
Perubahan
warna kulit
|
Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan bisa menyebar ke
seluruh bagian tubuh
|
|
Tonjolan
seperti jengger ayam
|
Tumbuh tonjolan seperti jengger ayarn di sekitar alat kelamin
|
|
Sakit pada
bagian bawah perut
|
Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan dengan menstruasi
bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah berpindah
ke bagian dalam system reproduksi, termasuk servik, tuba falopi, den ovarium)
|
|
Kemerahan
|
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, atau diantara kaki
|
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar
|
Gejala
lain dari HIV/AIDS
|
• Demam
• Keringat malarn
• Sakit kepala
• Kemerahan di ketiak, paha atau
leher
• Mencret yang terus menerus,
• Penurunan beret badan secara cepat
• Batuk dengan atau tanpa darah
• Bintik ungu kebiruan pada kulit
|
e.
Ada beberapa bahaya PMS, yaitu :
1) PMS dapat menyebabkan sakit
2) Beberaps PMS
dapat menyebabkan kemandulan
3) Beberapa PMS
dapat menyebabkan keguguran
4) PMS dapat
menyebabkan kanker leher rahim
5) Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati
6) PMS dapat
menular kepada bayi
7) PMS dapat menyebabkan rentan
terhadap HIV/AIDS
8) Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan
9) Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat menyebabkan kematian.
f.
Perilaku
Sosial Budaya yang Berpengaruh pada Pelayanan Kebidanan Komunitas
Contoh-contoh
perilaku budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan komunitas:
Hamil :
1) Upacara Adat (Mitoni)
Upacara adat mitoni dilakukan pada kehamilan
pertama dengan usia kehamilan 28 minggu. Upacara ini bertujuan agar ibu dan
bayi selamat.
2) Mengidam
Mengidam merupakan suatu keinginan yang
berlebihan yang dialami pada ibu hamil di awal kehamilan.
3) Pantang Nazar
Saat hamil ibu dan suami tidak boleh nazar, sebab
jika nazar tersebut tidak dilakukan maka bayinya akan meneteskan air liur terus
menerus.
4)
Pantang menjalin rambut
Seorang ibu hamil tidak boleh menjalin rambut
karena dapat menyebabkan lilitan tali pusat pada bayi yang dikandungnya.
5)
Pantang keluar pada waktu magrib
Seorang ibu hamil tidak boleh keluar waktu magrib
sebab dapat membahayakan ibu dan janin yang dikandungnya.
6)
Pantang makan telur dan daging
Di Jawa Tengah ada kepercayaan tidak boleh makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging dapat
menyebabkan perdarahan. Pada kenyataan ibu hamil dianjurkan untuk makan makanan
yang bergizi seperti telur dan daging tetapi tidak berlebihan karena jika
berlebihan bayinya menjadi besar.
7)
Pantang makan nanas dan durian
Di kalangan masyarakat desa ada larangan makan
buah nanas karena nanas dan durian dapat menyebabkan keguguran. Menurut medis
ini benar karena nanas dan durian dapat menyebabkan perut panas jika
berlebihan.
Persalinan
1) Memasukkan minyak kedalam vagina supaya persalinan lancar
Minyak tidak berfungsi sebagai
pelicin. Pelicin dari jalan lahir adalah ketuban dimasukkan ke dalam vagina dapat menyebabkan
infeksi, karena keadaan minyak belum tentu bersih kalaupu bersih itu merupakan
barang asing yang dapat menyebabkan infeksi.
2) Minum air akar rumput Fatimah supaya persalinan lancar
Akar dumput fatimah, dipercaya
sebagai pelancar persalinan, yaitu
pembukaan. Ini tidak benar karena pembukaan sendiri dipengaruhi oleh
kontraksi uterus.
3) Bayi laki-laki adalah penerus dalam keluarga/ nama baik
Ini dipercaya dalam adat Jawa
karena seorang laki-laki merupakan pemimpin dalam keluarga dan sekaligus
pembawa nama baik dalam keluarga. Dan keputusan pun juuga diputuskan oleh pihak
laki-laki jika sudah menjadi suami.
4) Bayi perempuan adalah penghasil atau pelanjut keturunan
Ini dipercaya karena seorang
perempuan tugasnya untuk melahirkan seorang anak. Ini kurang benar karena untuk
menghasilkan keturunan juga dibutuhkan seorang laki-laki yang dapat memberikan
komposisi calon embrio.
Nifas
1) Tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari
Seorang ibu nifas dilarang untuk keluar rumah
sebelum 40 hari karena bisa terkena sawan. Mitos ini tidak benar, jika ibu
tidak keluar rumah sebelum 40 hari di khawatirkan ibu akan bosan.
2) Tidak boleh makan telur dan daging
Ibu nifas tidak boleh makan telur dan daging
karena lukanya sulit kering dan tidak cepat sembuh. Mitos ini tidak benar
karena telur dan daging mengandung protein yang dapat mempercpat penyembuhan
luka.
3) Tidak boleh makan pedas
Ibu nifas tidak boleh makan pedas karena
dipercaya ASI ibu menjadi pedas dan mengakibatkan mata bayi menjadi berair
(orang Jawa mengatakan mblobok/ melodok).
Bayi Baru Lahir
1) Upacara ada seperti brokoan, sepasaran dan selapanan
Upacara adat ini dilakukan agar bayinya sehat dan
selamat. Adat ini boleh dilakukan atau boleh tidak dilakukan karena ini hanya
syukuran kelahiran bayi dan tidak ada hubungannya dengan kesehatan.
2) Menaruh ramuan pada tali pusat
Menurut orang Jawa dengan menaruh ramuan pada
tali pusat dapat mempercepat keringnya tali pusat sehingga tali pusat cepat
lepas. Mitos ini tidak benar karena ramuan ini dapat menyebabkan infeksi.
Perilaku Lain
1)
Perbedaan pendidikan antara anak laki-laki dan
perempuan
Di dalam desa biasanya
pendidikan antara laki-laki dan perempuan di bedakan, laki-laki lebih tinggi
pendidikannya dibanding perempuan sebab anak laki-laki dapat menjadi kepala
keluarga dan penerus dalam keluarga, sedangkan anak perempuan hanya menjadi ibu
rumah tangga.
2)
Perbedaan pekerjaan antara laki-laki dan
perempuan
Di desa biasanya laki-laki
bekerja di luar rumah, sedangkan perempuan hanya bekerja di rumah saja tetapi
kenyataannya sekarang sudah persamaan gender antara laki-laki dan perempuan.
3)
Perbedaan makanan antara laki-laki dan perempuan
Di desa biasanya laki-laki
porsi makanannya lebih diprioritaskan sebab laki-laki dianggap putra kebanggan
dalam keluarga.
g. Peran bidan di komunitas terhadap perilaku sosial budaya:
1)
Memberikan KIE bahwa segala sesuatu sudah diatur Tuhan YME, mitos-mitos
yang tidak benar ditinggalkan.
2)
Pendekatan kepada tokoh masyarakat sehingga dapat mengubah tradisi yang
negatif yang berpengaruh buruk kepada kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru
lahir.
3)
Memberikan KIE kepada ibu hamil supaya menjaga kehamilannya dengan ANC
secara teratur, konsumsi makanan yang bergizi dan membatasi aktifitas fisik dan
tidak perlu pantang makan.
C.
Strategi pelayanan
kebidanan di komunitas
Setiap petugas kesehatan yang bekerja di masyarakat perlu memahami
masyarakat yang dilayanainya, baik keadaan, budaya, maupun tradisi setempat sehingga
dapat menentukan cara atau strategi yang harus ditempuh dalam menyelesaikan
masalah kebidanan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh bidan dalam
pelayanan kebidanan di komunitas adalah sebagai berikut:
1 1.
Pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat
a.
Pengertian
Secara
umum Pendekatan edukatif suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis, terencana dan terarah dengan pertisipasi aktif dari individu,
kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah masyarakat dengan
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi
dan budaya.
Secara
khusus pendekatan edukatif merupakan satu bentuk atau model pelaksanaan
organisasi sosial masyarakat dalam memecahkan masalah yang dirasakan oleh
masyarakat dengan pokok penekanan pada : pemecahan masalah dan proses pemecahannya
serta pengembangan provider merupakan bagian dari proses pengembangan
masyarakat secara keseluruhan (Syafrudin, 2009)
b.
Pengembangan
provider
Provider
adalah sektor yang bertanggungjawab secara teknis terhadap program yang
dikembangkan dalam pengembangan kemampuan masyrakat untuk dapat memecahkan
maslahnya sendiri secara swadaya dan gotong royong.
Tujuan
dari pengembangan provider ialah pangembangan kesamaan pengertian dan sikap
mental yang positif serta adanya kesepakatan bersama (komitmen) untuk pengembangan
pembangunan kesehatan masyarakat, maka perlu diperhatikan beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
1) Adanya
keterbukaan dan komunikasi dua arah yang baik (pertemuan lintas sektor) yang
terkait, sehingga program dari masing-masing sektor dapat saling diketahui
2) Adanya suatu
wadah lintas sektoral (tim pembina LKMD, posyandu, UKS dll)
3) Adanya
kerjasama yang sebaik-baiknya dan dilandasi hubungan antara manusia yang baik
pula
4) Adanya
kewenangan dari masing-masing sektor terkait harus diketahui dan dihormati
5) Adanya
tujuan yang akan dicapai bersama dan peranan masing-masing sekor harus
dimengerti oleh semua sektor dan dirumuskan secara jelas dalam suatu perjanjian
peran atu role nnegosiation
6) Adanya
perencanaan terpadu dari sektor terkait harus dilakukan bersama (Bapelkes
Salaman, 2004)
c.
Tujuan
Pendekatan Edukatif
1) Memecahkan masalah
yang dihadapi masyrakat
2) Mengembangkan
kemampuan masyarakat untuk bisa memecahkan masalah yang dihadapi atas dasar
swadaya sebatas kemampuannya.
d.
Langkah-langkah
pendekatan edukatif
1) Pendekatan pada
tokoh masyrakat
a. non formal :
untuk penjajagan kebutuhan
b. formal:
dengan surat resmi
c. tatap muka
antara provider dengan tokoh masyarakat
d. kunjungan
rumah untuk menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data
e. pertemuan
provider dan tokoh masyarakat untuk menetapkan suatu kebijakan alternatif
pemecahan masalah dalam rangka : perenecanaan, pelaksanaan dan evaluasi
f.
menjalin hubungan sosial yang baik dengan
menghadiri upacara-uapacara agama, perkawinaa, kematian dst
2) pedekatan
kepada provider
pendekatan kepda provider diadakan pada waktu pertemuan tingkat
kecamatan, desa atau kelurahan dan tingkat dusun atau lingkungan.
3) pengumpulan
data primer dan sekunder
a. data umum
b. data teknis
sesuai kepentingan masing-masing sektor
c. data
perilaku sesuai dengan masalah yang ada
d. data khusus
hasil pengamatan
e. data orang
lain
2 2.
Pelayanan berorientasi pada kebutuhan masyarakat
Pelayanan seorang bidan yang bekerja di
masyarakat berarti melayani masyarakat dengan memberi pelayanan kesehatan yang
mereka butuhkan. Masyarakat juga diajak bekerjasama agar mampu berperilaku
hidup sehat dan mempromosikan kepada orang lain di lingkungan sekitarnya.
Masyarakat juga dapat memberikan masukan tentang bentuk bagaimana bentuk
pelayanan yang diharapkan. Dengan demikian, keberhasilan bidan dalam bekerja di
masyarakat sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mendengarkan, dan memenuhi
harapan masyarakat serta melibatkan masyarakat dalam upaya memperbaiki tingkat
kesehatan masyarakat.
3 3.
Penggunaan atau pemanfaatan fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat
Kegiatan
dapat dikategorikan sebagai upaya yang berlandaskan pada pemberdayaan
masyarakat apabila dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang segala
sesuatunya diatur dan disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain.
Kemampuan
atau potensi yang dimiliki oleh masyarakat dapat berupa :
a.
Tokoh masyarakat
Tokoh
masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat setempat
baik yang bersifat formal ( ketua RT, RW, Kades dll) maupun tokoh non formal
(tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, kepala suku).
Tokoh masyarakat merupakan kekuatan yang
sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya
pembangunan.
b.
Dana masyarakat
pada
golongan masyarakat tertentu penggalangan dana masyrakat merupakan upaya yang
tidak kalah pentingnya, tapi pada golongan masyarakat yang tingkat ekonominya
pra sejahtera penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekedar agar
mereka marasa ikut memiliki dan bertanggungjawab terhadap upaya pemelaiharaan
dan peningkatan derajat kesehatnnya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah
dengan model tabungan atau sistem asuransi yang bersifat subsidi silang.
c.
Organisasi kemasyarakatan
Organisasi
yang ada di masyarakat seperti lembaga persatuan pemuda, pengajian dan
sebagainya merupakanwadah berkumpulnya para anggota dari organisasi tersebut
sehingga upaya pemberdayaan masyarakat akan lebih berhasil guna apabila
pemerintah/ tenaga kesehatan memanfaatkanya dalam upaya pembangunan kesehatan
d.
Sarana dan material yang dimiliki masyarakat
Pendayagunaan
sarana dan material yang dimiliki masyarakat seperti batu kali, bambu, dan lain
sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan
ikut memiliki dari masyarakat.
e.
Pengetahuan masyarakat
Masyarakat
memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan seperti
pengetahuan tentang obat tradisional, pengetahuan tentang penerapan teknologi
tepat guna untuk pembangunan fasilitas kesehatan di wilayahnya misalnya
penyaluran air menggunakan bambu dan lain-lain.
f.
Teknologi yang dimiliki masyarakat
Masyarakat
memiliki tehnologi sendiri dalam memecahkan masalahnya, biasanya bersifat
sederhana tetapi tepat guna. Untuk itu sebaiknya pemerintah memanfaatkan
tehnologi tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna
meningkatkan hasil gunanya.
g.
Pengambilan keputusan oleh masyarakat
Apabila
penemuan masalah dan perencanaan pemecahan masalah kesehatan Telah dapat
dilakukan oleh masyarakat maka pengambilan keputusan terhadap upaya pemecahan
masalah akan lebih baik dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian,
kegiatan pemecahan masalah kesehatan akan berkesinambungan karena masyarakat
merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka rencanakan
sendiri.(Depkes RI, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Bapelkes
Salaman. 2004. Materi Kesehatan Komunitas. Magelang : Bapelkes
Depkes RI. 2007. Modul 2 Penggerakan dan Pemberdayaan
Masyarakat melalui Kemitraan. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI,
1999. Bidan di Masyarakat, Jakarta: Depkes RI
Syafrudin
dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
Syahlan,
J.H, 1996. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Meilani,
Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas.
Yogyakarta: Fitramaya.
Walsh, Linda
V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta:
EGC.
1. Jelaskan
pengertian kebidanan komunitas !
2. Jelaskan riwayat
pendidikan kebidanan komunitas di Indonesia !
3. Sebutkan
sasaran pelayanan kebidanan komunitas !
4. Jelaskan
tujuan pelayanan kebidanan komunitas !
5. Sebutkan
peran bidan saat bekerja di komunitas !
6. Jelaskan jaringan
kerja kebidanan komunitas !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar