PROSES
LAKTASI DAN MENYUSUI
A.
Anatomi
dan Fisiologi Payudara
1.
Anatomi
payudara
Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan
IV, secara horizontal mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris
medialis. Kelenjar susu berada di jaringan sub kutan, tepatnya diantara
jaringan sub kutan superficial dan profundus, yang menutupi muskulus pectoralis
mayor.
Ukuran normal 10-12 cm dengan beratnya pada wanita
hamil adalah 200 gram, pada wanita hamil aterm 400-600 gram dan pada masa
laktasi sekitar 600-800 gram. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi
menurut aktifitas fungsionalnya. Payudara menjadi besar saat hamil dan menyusui
dan biasanya mengecil setelah menopause. Pembesaran ini terutama disebabkan
oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga dan penimbunan jaringan lemak.
Ada 3 bagian utama payudara, Korpus (badan), Areola,
Papila atau puting. Areola mamae (kalang payudara) letaknya mengelilingi puting
susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan
pigmen pada kulitnya. Perubahan warna ini tergantung dari corak kulitnya,
kuning langsat akan berwarna jingga kemerahan, bila kulitnya kehitaman maka
warnanya akan lebih gelap dan kemudian menetap.
Puting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi
berhubung adanya variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya pun akan
bervariasi pula. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan
muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat otot polos yang tersusun secara
sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan
menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal
akan menarik kembali puting susu tersebut.
Ada empat macam bentuk puting yaitu bentuk yang
normal/umum, pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted). Namun bentuk-bentuk
puting ini tidak terlalu berpengaruh pada proses laktasi, yang penting adalah bahwa
puting susu dan areola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan atau “dot” ke
dalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak lentur terutama pada bentuk
putting terbenam, sehingga butuh penanganan khusus agar bayi bisa menyusu
dengan baik.
Gambar Macam Bentuk Puting Susu
Struktur payudara terdiri dari tiga bagian, yakni kulit, jaringan
subkutan (jaringan bawah kulit), dan corpus mammae. Corpus mammae terdiri dari
parenkim dan stroma. Parenkim merupakan suatu struktur yang terdiri dari Duktus
Laktiferus (duktus), Duktulus (duktulli), Lobus dan Alveolus.
Ada 15-20 duktus laktiferus. Tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40
duktuli. Duktulus bercabang menjadi 10-100 alveolus dan masing-masing
dihubungakan dengan saluran air susu (sistem duktus) sehingga merupakan suatu
pohon. Bila diikuti pohon tersebut dari akarnya pada puting susu, akan
didapatkan saluran air susu yang disebut duktus laktiferus. Di daerah kalang
payudara duktus laktiferus ini melebar membentuk sinus laktiferus tempat
penampungan air susu. Selanjutnya duktus laktiferus terus bercabang-cabang
menjadi duktus dan duktulus, tapi duktulus yang pada perjalanan selanjutnya
disusun pada sekelompok alveoli. Didalam alveoli terdiri dari duktulus yang
terbuka, sel-sel kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang
berfungsi memeras air susu keluar dari alveoli.
Gambar Anatomi Payudara
Fisiologi Payudara
2.
Fisiologi
payudara
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta
meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar
estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar
estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih
dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih
dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin hipofisis,
sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua reflek pada ibu yang sangat penting
dalam proses laktasi yaitu reflek prolaktin dan reflek aliran timbul akibat
perangsangan puting susu oleh hisapan bayi.
a.
Refleks Prolaktin
Sewaktu bayi
menyusu, ujunga saraf peraba yang terdapat pada puting susu terangsang.
Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak,
lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone prolaktin ke dalam
darah. Melalui sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk
memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang
diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan
lamanya bayi menghisap.
b.
Refleks Aliran (Let Down Reflex)
Rangsangan yang
ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain mempengaruhi hipofise anterior
mengeluarkan hormone prolaktin juga mempengaruhi hipofise posterior
mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas kedalam darah
mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkonsetraksi
sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju putting
susu.
Refleks let-down
dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakan sensasi
apapun. Tanda-tanda lain let-down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang
dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.
B. Dukungan Bidan dalam Pemberian
Laktasi
1. Biarkan bayi bersama ibunya segera
sesudah dilahirkan selama beberapa jam pertama.
a. Membina
hubungan/ikatan disamping bagi pemberian ASI
b. Membina
rasa hangat dengan membaringkan dan menempelkan pada kulit ibunya dan
menyelimutinya
Segera susui
bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini sangat penting
apakah bayi akan mendapat ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran hormone
pembuat ASI, antara lain hormone prolaktin dalam peredaran darah ibu akan
menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya
untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan
pada hipofisis untuk mengeluarkan hormone oksitosin. Hormon oksitosin bekerja
merangsang otot polos untuk meremas ASI yang ada pada alveoli, lobus serta
duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui putting susu.
Apabila bayi
tidak menghisap putting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormone
prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan
keluar pada hari ketiga atau lebih.
2. Ajarkan cara merawat payudara yang sehat
pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk
melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga
memperlancar pengeluaran ASI. Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai
sedini mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali
sehari. Agar tujuan perawatan ini dapat tercapai, bidan melakukan perawatan
payudara. Mengupayakan tangan dan putting susu tetap bersih, jangan mengoleskan
krim, minyak, alcohol atau sabun pada putting susu.
3. Bantu ibu pada waktu pertama kali
menyusui.
Segera susui
bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini sangat penting
apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran hormon
pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan
menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan
prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk
mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos
untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI
yang dikeluarkan melalui puting susu.