Senin, 09 Mei 2016

Materi Asuhan Kebidanan Komunitas



Konsep Pelayanan Kebidanan Komunitas
dan Keluarga Sebagai Pusat Pelayanan 

PENDAHULUAN
Pendekatan baru mengenai kualitas pelayanan menuntut pergeseran titik tekan pelayanan kesehatan terutama kebidanan dari yang berorientasi target pencapaian menjadi berorientasi pada penjagaan mutu pelayanan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan bidan sesuai kewenangan yang diberikannya dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anakdalam rangka tercapainya keluarga berkualitas, bahagia dan sejahtera.
Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan dalam melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu dan merupakan upaya yang dilakukan oleh bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga dan masyarakat.

URAIAN MATERI 
A.    Konsep dasar kebidanan komunitas
1.        Definisi Kebidanan Komunitas
Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan  berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara ICM; IFGO dan WHO tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 : 11). Definisi Bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun IBI).
Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996 : 12). Sedangkan Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas adalah upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf  kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).

2.        Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia
Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan, 1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas”  tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.
Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A  mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)

3.        Fokus/ Sasaran Kebidanan Komunitas

Komuniti adalah sasaran pelayanan kebidanan komunitas. Di dalam komuniti terdapat kumpulan individu yang membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Dan sasaran utama pelayanan kebidanan komunitas adalah ibu dan anak.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )


Ibu               :    Pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.
Anak        :    Meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolah dan  sekolah.
Keluarga   :  Pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak, pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila (gangrep).
Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan kelompok ibu.
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani, Niken dkk, 2009 : 9).

4.        Tujuan Pelayanan Kebidanan Komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian dari upaya kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan di masyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu. ( Syahlan, 1996 : 15 )

5.        Bekerja di Komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan merupakan kegiatan kebidanan komunitas. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas. Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami perannya di komunitas, yaitu :
a.        Sebagai Pendidik
Dalam hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai pendidik, bidan berupaya merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai dengan kaidah kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan di komunitas dalam berperan sebagai pendidik masyarakat antara lain dengan memberikan penyuluhan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu, anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ceramah, bimbingan, diskusi, demonstrasi dan sebagainya yang mana cara tersebut merupakan penyuluhan secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang tidak langsung misalnya dengan poster, leaf let, spanduk dan sebagainya.
b.        Sebagai Pelaksana (Provider)
Sesuai dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada komunitas. Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan. Sebagai pelaksana, bidan harus menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan serta melakukan kegiatan sebagai berikut :
1)      Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.
2)      Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa interval dalam keluarga.
3)      Pertolongan persalinan di rumah.
4)      Tindakan pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di keluarga.
5)      Pengobatan keluarga sesuai kewenangan.
6)      Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.
7)      Pemeliharaan kesehatan anak balita.
c.        Sebagai Pengelola
Sesuai dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek mandiri. Bidan dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya. Peran bidan di sini adalah sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan. Sebagai pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah.
Contoh : praktek mandiri/ BPS
d.        Sebagai Peneliti
Bidan perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya, perkembangan keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran ini dilakukan oleh bidan, maka ia dapat mengetahui secara cepat tentang permasalahan komuniti yang dilayaninya dan dapat pula dengan segera melaksanakan tindakan.
e.        Sebagai Pemberdaya
Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi.  Bidan perlu menggerakkan individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.
f.         Sebagai Pembela klien (advokat)
Peran bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi dan sokongan kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik dan memungkinkan bagi dirinya.
g.        Sebagai Kolaborator
Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.
h.        Sebagai Perencana
Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 8)
Dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu bekerja dalam tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu anggotanya adalah bidan.

6.        Jaringan Kerja
Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas yaitu Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu, BPS,  Rumah pasien, Dasa Wisma, PKK. Di puskesmas bidan sebagai anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali kegiatan yang akan dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing – masing,    selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan tim dan hasilnya. Di Polindes, Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan pimpinan tim/ leader di mana bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas. (Meilani, dkk, 2009 : 11)
Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk kerjasama yang dilaksanakan di dalam satu instansi terkait, misalnya : imunisasi, pemberian tablet FE, Vitamin A, PMT dan sebagainya. Sedangkan kerjasama lintas sektor merupakan kerjasama yang melibatkan institusi/ departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya.

B.     Masalah kebidanan di komunitas
Penting bagi bidan untuk dapat memberikan pelayanan yang komprehensif dan menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat mengetahui kebutuhan pelayanan kebidanan. Sebagai seorang bidan di komunitas, maka bidan diharapkan juga dapat berupaya untuk mengatasi masalah-masalah kebidanan yang ada di komunitas, antara lain:
1            1. Kematian ibu dan bayi,
Kematian Ibu
a.        Batasan Kematian Ibu
Adalah kematian seorang wanita dalam masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan akibat setiap hal yang berhubungan dengan atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaannya, tetapi bukan oleh sebab kecelakaan (Manuaba, 1998)
b.        Penyebab Kematian Ibu
Dalam Modul Safe Motherhood (tahun?), dijelaskan beberapa penyebab kematian ibu sebagai berikut :
1). Determinan Proksi/ Dekat (penyebab langsung)
a)     Kejadian kehamilan
Wanita hamil mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak mempunyai resiko tersebut.
b)    Komplikasi kehamilan dan persalinan, misalnya trias klasik, partus macet dan ruptura uterus.
2). Determinan Antara (penyebab tidak langsung)
       Yaitu status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku hidup sehat, faktor lain yang tidak diketahui.
3). Determinan Kontekstual (penyebab tidak langsung)
Berhubungan dengan sosial, ekonomi dan budaya  seperti status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat ataupun Status masyarakat
4). Penyebab Lain
Penyebab lain dari kematian ibu yang saat ini masih banyak terjadi di Indonesia adalah “3T” atau 3 Terlambat yaitu Terlambat mendeteksi dini komplikasi yang terjadi pada masa hamil, bersalin dan nifas serta pengambilan keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, Terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan dikarenakan geografis dan transportasi rujukan, Terlambat mendapatkan pelayanan yang memadai di tempat rujukan bisa dikarenakan fasilitas maupun SDM yang kurang.
c.        Strategi untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
1)      Mencegah atau memperkecil kemungkinan wanita untuk menjadi hamil
2)      Mencegah atau memperkecil kemungkinan wanita hamil mengalami komplikasi yang membahayakan jiwanya atau janinnya, selama hamil, melahirkan atau nifas.
3)      Mencegah atau memperkecil kematian wanita yang mengalami komplikasi selama hamil atau melahirkan.
d.        Upaya lain untuk menurunkan AKI di Indonesia :
1)      Pemantauan kehamilan secara teratur dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah dapat mencegah kematian ibu karena pre eklamsi atau eklampsia
2)      Pemakaian alat kontrasepsi, memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan sehingga angka kematian ibu akibat upaya unsafe abortion dapat dikurangi..
3)      Deteksi dini terhadap komplikasi  selama kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga kelainan dapat diketahui sedini mungkin dan dapat segera diberikan pengobatan/ perawatan yang tepat.
4)      Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih.

Dalam Modul Making Pregnancy Safer (MPS) dijelaskan 3 pesan kunci sebagai salah satu upaya penurunan AKI di Indonesia :
1)      Semua pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2)      Semua komplikasi obstetri & neonatal mendapat pelayanan yang adequat
3)      Setiap Wanita Usia Subur (WUS) memperoleh akses terhadap pencegahan & penatalaksanaan KTD & unsafe AB.
e.        Indikator Upaya Penurunan AKI
1)      Indikator Dampak
a)    Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio)
(1)       Kematian ibu dalam periode 1 tahun per 100.000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
(2)       Angka ini menggambarkan menggambarkan resiko kematian pada wanita hamil dan tidak mengukur resiko kematian pada wanita usia subur.
b)    Rate Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate)   
(1)       Jumlah kematian ibu dalam 1 tahun per 100.000 wanita usia subur         (15–20 tahun).
(2)       Indikator ini dipengaruhi oleh upaya pengamanan persalinan dan upaya KB.
c)    Resiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Lefetime Risk)
(1)       Yaitu resiko kematian ibu yang terjadi sepanjang usia subur.
(2)       Setiap kali wanita hamil akan menghadapi resiko kematian.
(3)       Indikator ini dipengaruhi oleh rata-rata resiko kematian pada kehamilan dan tingkat fertilitas tetapi tidak dibandingkan terhadap populasi WUS melainkan terhadap rata-rata resiko wanita untuk mengalami kematian.
d)    Proporsi Kematian Ibu pada Wanita Usia Reproduksi (Proportional Mortality Ratio)
(1)       Merupakan prosentase kematian ibu dari kematian total pada WUS.
(2)       Angka berkisar antara 1 – 60 %
(3)       Di negara berkembang menyumbang  25 – 30 % dari seluruh kematian pada masa reproduksi.
(4)       Bermanfaat untuk melihat kematian ibu relatif terhadap kematian akibat penyebab lainnya.
2)      Indikator Proses
Adalah prosentase bidan terlatih dalam penanganan kegawatan obstetri, pelatihan APN, Bidan DIII.
3)      Indikator Output
Adalah cakupan ANC, cakupan pertolongan persalinan oleh Nakes meningkat.
4)      Indikator Outcome
Adalah proporsi komplikasi obstetri yang mendapatkan penanganan adequat, CFR dari komplikasi obstetri .

Kematian Bayi
a.        Penyebab Kematian Bayi
Beberapa penyebab kematian bayi di Indonesia yang terutama adalah asfiksia, infeksi dan hipotermi. Disamping ada sebagian yang disebabkan karena BBLR, trauma persalinan, pemberian makan yang terlalu dini, ketidaktahuan keluarga tentang perawatan bayi, ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan (kaitan dengan tradisi) serta kurang efektifnya sistem rujukan yang berlaku.
b.          Pencegahan Kematian Bayi
1)      Peningkatan  kegiatan Imunisasi pada bayi yaitu UCI tercapai di setiap desa
2)      Peningkatan  ASI Eksklsif, status gizi serta  deteksi dini  & stimulasi tumbang
3)      Pencegahan & pengobatan penyakit infeksi (ISPA, diare, malaria) di daerah endemik
4)      Pemeriksaan  kesehatan saat hamil & pertolongan nakes yang terampil saat persalinan
5)      Diterapkannya metode kanguru untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir.
6)      Keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan pasca persalinan yang baik.
7)      Penerapan program MTBS dan MTBM di pelayanan kesehatan.
Pertisipasi Bidan dalan upaya penurunan AKB adalah dengan pelaksanaan program “ASUH” yaitu Awal Sehat Untuk Hidup sehat, yang memfokuskan kegiatan pada keselamatan dan kesehatan bayi baru lahir ( 1-7 hari)  yang lebih mengintensifkan kegiatan “ Kunjungan Rumah 7 Hari Pertama Pasca Persalinan” berisi pelayanan dan konseling perawatan bayi dan ibu nifas yang bermutu.
        Partisipasi masyarakat dalam upaya penurunan AKB :
1)      Menyebarluaskan pengetahuan tentang pentingnya 7 hari pertama pasca persalinan bagi kehidupan bayi selanjutnya.
2)      Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kunjungan rumah 7 hari pertama pasca persalinan oleh Bidan di Desa
3)      Mencatat dan melaporkan adanya ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi meninggal pada Bidan di Desa, agar diperoleh masukan untuk merencanakan tindakan/ kunjungan dan memecahkan sekaligus mengantisipasi masalah kematian bayi
4)      Mendukung dan mempertahankan keberadaan Bidan di Desa.

2                   2.      Unsafe abortion
a.        Definisi
Adalah prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang trampil (tng medis/ non medis), alat tdk memadai, lingk tdk memenuhi syarat kesh (WHO, 1998).
Unsafe Abortion adalah upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.
b.        Faktor Penyebab Unsafe Abortion
1)         Alasan kesehatan, dimana ibu/ wanita  tidak cukup sehat untuk hamil dan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan nyawa ibu.
2)         Alasan psikososial, dimana ibu tidak siap punya anak lagi.
3)         Kehamilan di luar nikah.
4)         Masalah ekonomi, menambah anak akan menambah beban ekonomi.
5)         Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan.
6)         Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan.
7)         Kegagalan pemakaian alat kontrasepsi
c.        Alat yang digunakan :
Bahan – bahan  tradisional seperti batang kayu, akar pohon, tangkai daun bergetah, batang plastik,wortel yang dikeringkan kemudian dimasukkan ke cavum uteri sbg dilatator sehingga servik membuka dan keluarlah janin yang ada dalam kandungan.
Upaya lain : pemijatan corpus uteri, minum jamu atau pil peluntur dsb.
d.       Dampak Unsafe Abortion
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita bahwa jika seseorang melakukan aborsi,ia tidak merasakan apa – apa danlangsung boleh pulang, nidalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita terutama mereka ayng sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yangmelakukan aborsi :
1)      Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik /dampak kebidanan.
Pada saaatmelakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resikoyang akan dihadapi seorang wanita seperti : yang dijelaskan dalam buku “fact of life” yang ditulis oleh Brian klowes :
a)       Kematian mendadak karena pembiusan hebat.
b)      Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
c)       Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d)      Rahim yang sobek (uterine perforation)
e)       Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yan gakan menyebabkan cacat pada anakberikutnya.
f)        Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormone esterogen pada wanita).
g)       Kanker indung telur (ovarian cancer).
h)      Kanker leher rahim ( cervical cancer).
i)        Kanker hati (liver cancer)
j)        Kelainan pada placenta / ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnyada perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
k)      Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy)
l)        Infeksi rongga pangul (pelvic inflammatory disease).
m)    Infeksi pda lapisan rahim (endometris)
2)      Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saj suatu proses yang memiliki resikotingi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik,tetapijuga memiliki dampak yang sangat  hebat  terhadap keadaan mental seorang eanita
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post Abortion Syndrome” (sindrom passca Aborsi/PAS). Gejala-gejala ini dicatat dalam psychological Reaction Reporter after abortion di dalam penerbitan the post abortion review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal sebagai berikut :
a)      Kehilangan harga diri
b)     Berteriak histeris.
c)      Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi.
d)     Ingin melakukan bunuh diri.
e)      Mulai mencoba menggunakan obat – obatterlarang.
f)       Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual.
e.       Peran Bidan
Peran Bidan sehubungan dengan pencegahan unsafe abortion adalah :
1)   Memberikan konseling pada wanita yang akan melakukan aborsi
2)   Konseling kontrasepsi merupakan salah satu syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian aborsi, terutama aborsi berulang, selain faktor lainnya.
3)   Pemberian pendidikan seks pada remaja
4)   Pendekatan dengan tokoh agama sehubungan dengan pendidikan keagamaan.

3                3.  Kehamilan Remaja
a.       Pengertian
Kehamilan Remaja adalah kehamilan yang terjadi pada remaja yang merupakan akibat perilaku seksual baik disengaja (sudah menikah) maupun tidak disengaja (belum menikah).
b.       Penyebab Kehamilan Remaja
1)         Penundaan dan peningkatan usia kawin, menarch dini.
2)         Kurangnya pengetahuan tentang perilaku sex.
3)         Tidak menggunakan kontrasepsi bagi wanita yang sudah menikah.
4)         Kegagalan kontrasepsi.
5)         Hamil karena perkosaan.
6)         Persoalan ekonomi, alasan sekolah/ karir
c.       Dampak Kehamilan Remaja
Menurut Manuaba (1998) penyulit kehamilan remaja disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.  Keadaan tersebut makin menyulitkan bila ditambah dengan  tekanan (stress),  psikologi,  sosial ekonomi sehingga  memudahkan terjadi :
1)      Keguguran
2)      Prematur
3)      Mudah terjadi infeksi
4)      Anemia kehamilan
5)      Keracunan kehamilan
6)      Kematian ibu tinggi
d.       Peran Bidan Dalam Pencegahan dan Penanganan Kehamilan Remaja
1)      Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
2)      Melakukan kegiatan positif
3)      Menghindari kegiatan negative khususnya perilaku seksual yang menyimpang.
4)      Melakukan penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, KB, kegiatan rohani dengan melakukan pendekatan dengan tokoh agama.
5)      Bagi pasangan menikah dianjurkan pakai alat kontrasepsi yang tingkat kegagalan rendah seperti MOW, AKBK, AKDR, & suntik.
6)      Sikap bersahabat kepada klien, jangan merendahkan/ mencibir.
7)      Konseling remaja dan keluarga sehubungan dengan kehamilan dan persalinan.
8)      Melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standart.
9)      Bila ingin menggugurkan diberikan konseling resiko aborsi.   
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang masalah kehamilan remaja, berikut akan diuraikan secara rinci faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian (manuaba, 1998 : 26):
a.       Masalah kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi mempunyai masalah penting untuk mendapat perhatian terutama kalangan remaja (manuaba, 1998 : 26). Menurut  BKKBN usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 – 30 tahun, lebih kurang dari usia tersebut adalah beresiko.  Kesiapan seorang perempuan untuk hamil melahirkan di tentukan oleh kesiapan fisik, mental/psikologi dan kehidupan ekonomi.
b.       Masalah psikologis pada kehamilan remaja
Kehamilan diusia remaja menghadapi berbagai masalah psikologis yaitu rasa takut, kecewa menyesal dan rendah diri terhadap kehamilannya
c.       Masalah sosial ekonomi keluarga
Perkawinan yang dianggap cepat menyelesaikan masalah kehamlan remaja tidak lepas dari kemelut seperti :
·           Penghasilan terbatas
·           Putus sekolah
·           Putus kerja
·           Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stress.
·           Nilai gizi relatif rendah (manuaba, 2002 : 27)

4              4.      Berat badan lahir rendah (BBLR)
a.       Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). (Sarwono Prawirohardjo, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2004)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir). (Pelatihan PONED Komponen Neonatal, 2004). WHO (1961) mengganti istilah premature dengan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan bayi premature.
b.       Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2%.
c.       Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi:
1)     Faktor ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang atau malnutrisi, trauma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tidak diinginkan, peminum alkohol, bekerja berat masa hamil, obat-obatan.
2)     Faktor plasenta seperti insufisiensi atau disfungsi placenta, peyakit vaskuler, kehamilan ganda, plasenta previa dan solusio plasenta.
3)     Faktor janin adalah kelainan bawaan, infeksi, factor genetic atau kromosam
4)     Radiasi
5)     Bahan toksik
6)     Bayi berat lahir rendah mungkin premature (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur).
d.       Tanda prematuritas:
1)     Tulangrawan telinga belum terbentuk
2)     Masih terdapat lanugo
3)     refleks-refleks masih lemah
4)     Alat kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus. Pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum terbentuk)
e.       Komplikasi BBLR
1)     Hipotermi
2)     Hipoglikemia
3)     Ikterus/ hiperbilirubinemia
4)     Masalah pemberian minum
5)     Infeksi atau curiga sepsis
6)     Sindroma aspirasi mekoneum
7)     Perdarahan intra cranial


5                 5.  Tingkat kesuburan,
a.       Pengertian fertilitas
Adalah kemampuan istri menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.
b.       Pengertian Infertilitas
                                    1)      Infertilitas Primer
Infertilitas primer adalah PUS yang telah melakukan hubungan suami istri teratur   2 – 3 kali seminggu tanpa memakai alat kontrasepsi selama 1 tahun dan belum terjadi kehamilan.
                                    2)      Infertil sekunder
Infertilitas sekunder adalah PUS yang telah mempunyai anak dan sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi serta melakukan hubungan suami istri teratur 2 – 3 kali tetapi tidak menjadi hamil.
c.       Penyebab
1)     Pada suami       : kelainan alat kelamin dan faktor fungsional.
2)     Pada istri           : kelainan anatomis alat kelamin dan kelainan fungsi.
3)     Kurang pengetahuan
4)     Reaksi imunologi.
d.       Peran bidan di komunitas terhadap tingkat kesuburan
1)     Fertilitas
Untuk menekan meningkatnya angka kelahiran, maka seorang bidan perlu memberikan pelayanan kontrasepsi
2)     Infertilitas
1)     Melakukan rujukan agar pasangan infertil mendapat penanganan yg tepat.
2)     Pemberian konseling/nasehat mengenai variasi hub seksual, cara menghitung masa subur, serta makanan yang dapat meningkatkan kesuburan suami/istri.
3)     Pasangan disarankan untuk menjaga ketenangan psikologis

6            6.      Pertolongan persalinan non-kesehatan,
a.       Pengertian
Pertolongan persalinan oleh tenaga non medis adalah proses persalinan yang di bantu oleh tenaga non kesehatan atau biasa di kenal dengan istilah dukun bayi.
b.       Etiologi
1)     Kebiasaan / perilaku:
·         Keluarga à  Kebiasaan keluarga yg memutuskan / memaksa calon orang tua mengenai siapa yg akan menolong persalinan
·         Masyarakat à Kebiasaan masyarakat yg lebih mempercayai penolong persalinan pada tenaga non medis (dukun)
2)     Sarana kesehatan
3)     Ekonomi
4)     Pengetahuan
5)     Status sosial dalam masyarakat
6)     Jarak tempat tinggal dari sarana pelayanan kesehatan
c.       Penatalaksanaan
Diadakan program penempatan Bidan di desa (BDD) yg bertujuan untuk menurunkan tingkat kematian ibu hamil, bayi dan balita. Kecuali hal – hal yg berhubungan dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat, dengan menjalin hubungan kemitraan antara keduanya

7               7.      Penyakit menular seksual
a.       Pengertian
        PMS adalah singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina). PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
b.       Jenis-jenis PMS
Ada banyak jenis PMS, sedangkan yang paling umum dan paling penting untuk diperhatikan adalah:
1)     Gonore
2)     Klamidia
3)     Herpes Kelamin
4)     Sifilis
5)     Hepatitis B
6)     HIV/AIDS
c.       Etiologi
1)     Nisseria gonorrheae
2)     Chlamidya
3)     Parasit trikomonas vaginalis
4)     Jamur candida albicans
5)     Human papilloma virus
6)     Herpes simplex
7)     Treponema pallidum

d.       Tabel Gejala Umum PMS
Gejala
Perempuan
Laki-laki
Luka
Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekilar alat kelamin, anus, mulut atau begian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin
Cairan tidak normal
Cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan, kehijauan, berbau atau berlendir. Duhtubuh bisa juga keluar dari anus.
Cairan bening atau berwarna berasal dari pembukaan kepala penis atau anus.
Sakit pada saat bunag air kecil
PMS pada wanita biasanya tidak menyebabkan sakit atau burning urination
Rasa terbakar atau sakit selama atau setelah urination terkadang diikuti dengan duhtubuh dari penis
Perubahan warna kulit
Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan bisa menyebar ke seluruh bagian tubuh
Tonjolan seperti jengger ayam
Tumbuh tonjolan seperti jengger ayarn di sekitar alat kelamin
Sakit pada bagian bawah perut
Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam system reproduksi, termasuk servik, tuba falopi, den ovarium)
Kemerahan
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, atau diantara kaki
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar
Gejala lain dari HIV/AIDS
  Demam
  Keringat malarn
  Sakit kepala
  Kemerahan di ketiak, paha atau leher
  Mencret yang terus menerus,
  Penurunan beret badan secara cepat
  Batuk dengan atau tanpa darah
  Bintik ungu kebiruan pada kulit            

e.       Ada beberapa bahaya PMS, yaitu :
1)     PMS dapat menyebabkan sakit
2)     Beberaps PMS dapat menyebabkan kemandulan
3)     Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran
4)     PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim
5)     Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati
6)     PMS dapat menular kepada bayi
7)     PMS dapat menyebabkan rentan terhadap HIV/AIDS
8)     Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan
9)     Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat menyebabkan kematian.

f.        Perilaku Sosial Budaya yang Berpengaruh pada Pelayanan Kebidanan Komunitas
Contoh-contoh perilaku budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan komunitas:
Hamil :
1)     Upacara Adat (Mitoni)
Upacara adat mitoni dilakukan pada kehamilan pertama dengan usia kehamilan 28 minggu. Upacara ini bertujuan agar ibu dan bayi selamat.
2)     Mengidam
Mengidam merupakan suatu keinginan yang berlebihan yang dialami pada ibu hamil di awal kehamilan.
3)     Pantang Nazar
Saat hamil ibu dan suami tidak boleh nazar, sebab jika nazar tersebut tidak dilakukan maka bayinya akan meneteskan air liur terus menerus.
4)     Pantang menjalin rambut
Seorang ibu hamil tidak boleh menjalin rambut karena dapat menyebabkan lilitan tali pusat pada bayi yang dikandungnya.
5)     Pantang keluar pada waktu magrib
Seorang ibu hamil tidak boleh keluar waktu magrib sebab dapat membahayakan ibu dan janin yang dikandungnya.
6)     Pantang makan telur dan daging
Di Jawa Tengah ada kepercayaan tidak boleh makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging dapat menyebabkan perdarahan. Pada kenyataan ibu hamil dianjurkan untuk makan makanan yang bergizi seperti telur dan daging tetapi tidak berlebihan karena jika berlebihan bayinya menjadi besar.
7)     Pantang makan nanas dan durian
Di kalangan masyarakat desa ada larangan makan buah nanas karena nanas dan durian dapat menyebabkan keguguran. Menurut medis ini benar karena nanas dan durian dapat menyebabkan perut panas jika berlebihan.

Persalinan
1)     Memasukkan minyak kedalam vagina supaya persalinan lancar
Minyak tidak berfungsi sebagai pelicin. Pelicin dari jalan lahir adalah ketuban  dimasukkan ke dalam vagina dapat menyebabkan infeksi, karena keadaan minyak belum tentu bersih kalaupu bersih itu merupakan barang asing yang dapat menyebabkan infeksi.
2)     Minum air akar rumput Fatimah supaya persalinan lancar
Akar dumput fatimah, dipercaya sebagai pelancar persalinan, yaitu  pembukaan. Ini tidak benar karena pembukaan sendiri dipengaruhi oleh kontraksi uterus.
3)     Bayi laki-laki adalah penerus dalam keluarga/ nama baik
Ini dipercaya dalam adat Jawa karena seorang laki-laki merupakan pemimpin dalam keluarga dan sekaligus pembawa nama baik dalam keluarga. Dan keputusan pun juuga diputuskan oleh pihak laki-laki jika sudah menjadi suami.
4)     Bayi perempuan adalah penghasil atau pelanjut keturunan
Ini dipercaya karena seorang perempuan tugasnya untuk melahirkan seorang anak. Ini kurang benar karena untuk menghasilkan keturunan juga dibutuhkan seorang laki-laki yang dapat memberikan komposisi calon embrio.
Nifas
1)     Tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari
Seorang ibu nifas dilarang untuk keluar rumah sebelum 40 hari karena bisa terkena sawan. Mitos ini tidak benar, jika ibu tidak keluar rumah sebelum 40 hari di khawatirkan ibu akan bosan.
2)     Tidak boleh makan telur dan daging
Ibu nifas tidak boleh makan telur dan daging karena lukanya sulit kering dan tidak cepat sembuh. Mitos ini tidak benar karena telur dan daging mengandung protein yang dapat mempercpat penyembuhan luka.
3)     Tidak boleh makan pedas
Ibu nifas tidak boleh makan pedas karena dipercaya ASI ibu menjadi pedas dan mengakibatkan mata bayi menjadi berair (orang Jawa mengatakan mblobok/ melodok).

Bayi Baru Lahir
1)     Upacara ada seperti brokoan, sepasaran dan selapanan
Upacara adat ini dilakukan agar bayinya sehat dan selamat. Adat ini boleh dilakukan atau boleh tidak dilakukan karena ini hanya syukuran kelahiran bayi dan tidak ada hubungannya dengan kesehatan.
2)     Menaruh ramuan pada tali pusat
Menurut orang Jawa dengan menaruh ramuan pada tali pusat dapat mempercepat keringnya tali pusat sehingga tali pusat cepat lepas. Mitos ini tidak benar karena ramuan ini dapat menyebabkan infeksi.

Perilaku Lain
1)     Perbedaan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan
Di dalam desa biasanya pendidikan antara laki-laki dan perempuan di bedakan, laki-laki lebih tinggi pendidikannya dibanding perempuan sebab anak laki-laki dapat menjadi kepala keluarga dan penerus dalam keluarga, sedangkan anak perempuan hanya menjadi ibu rumah tangga.
2)     Perbedaan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan
Di desa biasanya laki-laki bekerja di luar rumah, sedangkan perempuan hanya bekerja di rumah saja tetapi kenyataannya sekarang sudah persamaan gender antara laki-laki dan perempuan.
3)     Perbedaan makanan antara laki-laki dan perempuan
Di desa biasanya laki-laki porsi makanannya lebih diprioritaskan sebab laki-laki dianggap putra kebanggan dalam keluarga.
g.       Peran bidan di komunitas terhadap perilaku sosial budaya:
1)     Memberikan KIE bahwa segala sesuatu sudah diatur Tuhan YME, mitos-mitos yang tidak benar ditinggalkan.
2)     Pendekatan kepada tokoh masyarakat sehingga dapat mengubah tradisi yang negatif yang berpengaruh buruk kepada kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir.
3)     Memberikan KIE kepada ibu hamil supaya menjaga kehamilannya dengan ANC secara teratur, konsumsi makanan yang bergizi dan membatasi aktifitas fisik dan tidak perlu pantang makan.

C.     Strategi pelayanan kebidanan di komunitas
Setiap petugas kesehatan yang bekerja di masyarakat perlu memahami masyarakat yang dilayanainya, baik keadaan, budaya, maupun tradisi setempat sehingga dapat menentukan cara atau strategi yang harus ditempuh dalam menyelesaikan masalah kebidanan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh bidan dalam pelayanan kebidanan di komunitas adalah sebagai berikut:
1           1.       Pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat
a.       Pengertian
Secara umum Pendekatan edukatif suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terarah dengan pertisipasi aktif dari individu, kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah masyarakat dengan mempertimbangkan  faktor sosial ekonomi dan budaya.
Secara khusus pendekatan edukatif merupakan satu bentuk atau model pelaksanaan organisasi sosial masyarakat dalam memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan pokok penekanan pada : pemecahan masalah dan proses pemecahannya serta pengembangan provider merupakan bagian dari proses pengembangan masyarakat secara keseluruhan (Syafrudin, 2009)
b.       Pengembangan provider
Provider adalah sektor yang bertanggungjawab secara teknis terhadap program yang dikembangkan dalam pengembangan kemampuan masyrakat untuk dapat memecahkan maslahnya sendiri secara swadaya dan gotong royong.
Tujuan dari pengembangan provider ialah pangembangan kesamaan pengertian dan sikap mental yang positif serta adanya kesepakatan bersama (komitmen) untuk pengembangan pembangunan kesehatan masyarakat, maka perlu diperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1)     Adanya keterbukaan dan komunikasi dua arah yang baik (pertemuan lintas sektor) yang terkait, sehingga program dari masing-masing sektor dapat saling diketahui
2)     Adanya suatu wadah lintas sektoral (tim pembina LKMD, posyandu, UKS dll)
3)     Adanya kerjasama yang sebaik-baiknya dan dilandasi hubungan antara manusia yang baik pula
4)     Adanya kewenangan dari masing-masing sektor terkait harus diketahui dan dihormati
5)     Adanya tujuan yang akan dicapai bersama dan peranan masing-masing sekor harus dimengerti oleh semua sektor dan dirumuskan secara jelas dalam suatu perjanjian peran atu role nnegosiation
6)     Adanya perencanaan terpadu dari sektor terkait harus dilakukan bersama (Bapelkes Salaman, 2004)
c.       Tujuan Pendekatan Edukatif            
1)     Memecahkan masalah yang dihadapi masyrakat
2)     Mengembangkan kemampuan masyarakat untuk bisa memecahkan masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas kemampuannya.
d.       Langkah-langkah pendekatan edukatif
1)     Pendekatan pada tokoh masyrakat
a.       non formal : untuk penjajagan kebutuhan
b.       formal: dengan surat resmi
c.       tatap muka antara provider dengan tokoh masyarakat
d.       kunjungan rumah untuk menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data
e.       pertemuan provider dan tokoh masyarakat untuk menetapkan suatu kebijakan alternatif pemecahan masalah dalam rangka : perenecanaan, pelaksanaan dan evaluasi
f.        menjalin hubungan sosial yang baik dengan menghadiri upacara-uapacara agama, perkawinaa, kematian dst
2)     pedekatan kepada provider
pendekatan kepda provider diadakan pada waktu pertemuan tingkat kecamatan, desa atau kelurahan dan tingkat dusun atau lingkungan.
3)     pengumpulan data primer dan sekunder
a.       data umum
b.       data teknis sesuai kepentingan masing-masing sektor
c.       data perilaku sesuai dengan masalah yang ada
d.       data khusus hasil pengamatan
e.       data orang lain

2     2.       Pelayanan berorientasi pada kebutuhan masyarakat
Pelayanan seorang bidan yang bekerja di masyarakat berarti melayani masyarakat dengan memberi pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Masyarakat juga diajak bekerjasama agar mampu berperilaku hidup sehat dan mempromosikan kepada orang lain di lingkungan sekitarnya. Masyarakat juga dapat memberikan masukan tentang bentuk bagaimana bentuk pelayanan yang diharapkan. Dengan demikian, keberhasilan bidan dalam bekerja di masyarakat sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mendengarkan, dan memenuhi harapan masyarakat serta melibatkan masyarakat dalam upaya memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.

3    3.       Penggunaan atau pemanfaatan fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat
                Kegiatan dapat dikategorikan sebagai upaya yang berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat apabila dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang segala sesuatunya diatur dan disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain.
Kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh masyarakat dapat berupa :
a.             Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat setempat baik yang bersifat formal ( ketua RT, RW, Kades dll) maupun tokoh non formal (tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, kepala suku).
 Tokoh masyarakat merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.
b.             Dana masyarakat
pada golongan masyarakat tertentu penggalangan dana masyrakat merupakan upaya yang tidak kalah pentingnya, tapi pada golongan masyarakat yang tingkat ekonominya pra sejahtera penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekedar agar mereka marasa ikut memiliki dan bertanggungjawab terhadap upaya pemelaiharaan dan peningkatan derajat kesehatnnya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan model tabungan atau sistem asuransi yang bersifat subsidi silang.
c.             Organisasi kemasyarakatan
Organisasi yang ada di masyarakat seperti lembaga persatuan pemuda, pengajian dan sebagainya merupakanwadah berkumpulnya para anggota dari organisasi tersebut sehingga upaya pemberdayaan masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/ tenaga kesehatan memanfaatkanya dalam upaya pembangunan kesehatan
d.             Sarana dan material yang dimiliki masyarakat
Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki masyarakat seperti batu kali, bambu, dan lain sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan ikut memiliki dari masyarakat.
e.             Pengetahuan masyarakat
Masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan seperti pengetahuan tentang obat tradisional, pengetahuan tentang penerapan teknologi tepat guna untuk pembangunan fasilitas kesehatan di wilayahnya misalnya penyaluran air menggunakan bambu dan lain-lain.
f.              Teknologi yang dimiliki masyarakat
Masyarakat memiliki tehnologi sendiri dalam memecahkan masalahnya, biasanya bersifat sederhana tetapi tepat guna. Untuk itu sebaiknya pemerintah memanfaatkan tehnologi tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil gunanya.
g.             Pengambilan keputusan oleh masyarakat
                                                            Apabila penemuan masalah dan perencanaan pemecahan masalah kesehatan Telah dapat dilakukan oleh masyarakat maka pengambilan keputusan terhadap upaya pemecahan masalah akan lebih baik dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian, kegiatan pemecahan masalah kesehatan akan berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.(Depkes RI, 2007)



 
DAFTAR PUSTAKA
Bapelkes Salaman. 2004. Materi Kesehatan Komunitas. Magelang : Bapelkes
Depkes RI. 2007. Modul 2 Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kemitraan. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI, 1999. Bidan di Masyarakat, Jakarta: Depkes RI
Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
Syahlan, J.H, 1996. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Meilani, Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya.
Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

 
TES FORMATIF

1.     Jelaskan pengertian kebidanan komunitas !
2.   Jelaskan riwayat pendidikan kebidanan komunitas di Indonesia ! 
3.   Sebutkan sasaran pelayanan kebidanan komunitas !
4.   Jelaskan tujuan pelayanan kebidanan komunitas !

5.    Sebutkan peran bidan saat bekerja di komunitas ! 
6.   Jelaskan jaringan kerja kebidanan komunitas !